Raut wajah Mugiyono berseri-seri tak
kuasa menahan senyum yang menampilkan deretan giginya yang putih. Dia
bersemangat mengayuh becaknya mengantar gadis manis yang berdandan rapi dan
memakai toga wisuda. Maklum, gadis yang menumpang becaknya adalah putri bungsunya.
Raeni, namanya. Penerima
beasiswa Bidik Misi yang mengambil Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu, berangkat ke lokasi
wisuda dari indekosnya diantar ayahnya dengan becak. Raeni dan ayahnya langsung menjadi
perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan Selasa 10 Juni 2014
kemarin. Kendati demikian, senyum bangga tetap menghiasi wajah Raeni, juga sang
bapak.
Ayah Raeni memang bekerja sebagai
tukang becak, yang setiap hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan
Langenharjo, Kendal. Pekerjaan
itu dilakoni Mugiyono, setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu
lapis. Sebagai tukang becak, penghasilannya tak menentu. Sekitar Rp 10-Rp 50
ribu per hari. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah
dengan gaji Rp 450 ribu per bulan.
Meski dari keluarga kurang mampu,
Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Dia beberapa kali
memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna! Prestasi itu dipertahankan hingga ia
lulus, sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawati terbaik dengan Indeks Prestasi
Komulatif (IPK) 3,96.
Raeni juga menunjukkan tekad baja,
agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya.
"Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengin-nya
melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi," kata gadis
yang bercita-cita menjadi guru tersebut. Tentu saja cita-cita itu didukung
sang ayahanda. Mugiyono mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah, agar
bisa menjadi guru sesuai cita-citanya.
"Sebagai orangtua hanya bisa
mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar
mendapatkan pesangon," kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010
itu.
Rektor Unnes Fathur Rokhman
mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan
tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah
dan berprestasi. "Meski
berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap
bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes
menyediakan 26% dari jumlah kursi yang dimilikinya, untuk mahasiswa dari
keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,"
kata Fathur.
Ubah Minder
Jadi Prestasi
Semangat dan kecerdasan Raeni
membuat banyak orang berdecak kagum. Namun demikian, dia mengaku sempat minder karena pekerjaan ayahnya sebagai
pengayuh becak. "Dulu
pernah minder orangtua tukang becak. Tapi, kenapa minder? Beliau orangtua saya,
mendidik saya, meski tidak memberi biaya hidup banyak (saat kuliah), tapi
mendukung saya. Saya sangat bangga," katanya.
Selama kuliah, ia dikenal cerdas dan
disiplin. Bahkan, berkali-kali menjuarai lomba dan memperoleh hadiah uang
tunai, yang sebagian disisihkan untuk diberikan kepada orangtuanya, Mugiyono
dan Sujamah. Gadis
kelahiran 13 Januari 1993 itu juga sangat aktif di kampus, antara lain dengan
menjadi Tenaga Laboratorium Asistenship Pendidikan Akuntansi FE Unnes dan
Tenaga Laboratorium Asistenship Jurusan Pendidikan Ekonomi FE Unnes. Nilai 4
dalam IPK-nya seakan menjadi rutinitas sejak masuk kuliah. Menurut Raeni,
manajemen waktu menjadi kunci suksesnya.
Putri kedua pasangan Mugiyono dan
Sujamah selalu mendapat IPK cumlaude selama menimba ilmu. Raeni mengaku sangat
mengatur waktu belajarnya bahkan ketika jeda pergantian jam mata kuliah. "Kadang kalau ada materi yang
belum dimengerti saya menghubungi dosen saat jeda jam kuliah. Jadi nantinya
tidak hanya mendapat nilai saja tapi benar-benar mengerti," ungkap Raeni.
Meski belajar dan mengerjakan tugas
menjadi prioritas saat kuliah, ia tetap menjaga komunikasinya dengan
teman-teman. "Kalau jeda kuliah saya juga interaksi dengan teman, update
info juga," kata saat ditemui di rumah kosnya, Jalan Kalimasada nomor 24,
Semarang.
Penerima beasiswa Bidikmisi itu
tidak hanya disiplin dalam hal akademik. Di kehidupan sehari-harinya di kos,
Raeni tetap dikenal sebagai sosok disiplin oleh penghuni dan ibu kos. Ia selalu
berusaha menjalankan salat berjamaah di Masjid, seperti yang diajarkan orangtuanya.
Sejak kuliah ia nyaris tak pernah
merepotkan kedua orangtua. Sejak semester 3, Raeni sudah berusaha mencari
penghasilan tambahan dengan memberikan les private kepada murid SMA. Sosok Mugiyono yang sempat
membuatnya minder, ternyata mampu membentuk Raeni berdisiplin, sportif, dan
hidup sederhana.
Nama Raeni sudah sampai ke telinga Anies Baswedan. Keberhasilan putri tukang becak itu membuat
pelopor gerakan Indonesia Mengajar itu ingin berkomunikasi secara langsung
dengan Raeni. Apalagi Raeni ingin menjadi pendidik. "Saya sudah bicara via telepon
tadi," ujar Anies di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis 12 Juni 2014.
Setelah
berkomunikasi dengan Raeni, Anies baru mengetahui jika lulusan terbaik Unnes
itu sudah mengikuti tes masuk Indonesia Mengajar. Bahkan, Raeni bakal
menghadapi ujian wawancara. "Dia lagi tes Indonesia Mengajar. Dia sudah lolos
fase pertama. Nanti akan fase kedua, direct assessment atau
wawancara," tuturnya. Meski Raeni tengah menjadi buah bibir, namun Anies
menegaskan, jalannya ujian masuk akan berlangsung objektif.
Ditawari
Beasiswa ke Inggris
Kepala Humas Unnes Sucipto Hadi
Purnomo mengabarkan, sejumlah perusahaan menyatakan minatnya untuk merekrut
sarjana pendidikan ekonomi ini bekerja. Selain itu, sebuah foundation juga
menyatakan minatnya menyeponsori gadis kelahiran Kendal ini kuliah S2 di Inggris.
Sementara itu, Rektor Unnes Fathur
Rokhman di Jakarta mengabarkan, pihaknya akan memfasilitasi Raeni untuk kuliah
S2 seperti cita-citanya. "Beasiswa itu kami upayakan dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Bagi Fathur, Raeni telah memberikan
pesan penting kepada kita bahwa pendidikan dapat menjadi alat memotong mata
rantai kemiskinan. Pemerintah telah mengupayakan supaya anak-anak berpestasi
dari keluarga tidak mampu dapat menikmati pendidikan tinggi. "Di luar itu, yang paling
penting dari diri Raeni adalah tentang pentingnya kesungguhan. Dia membuktikan
kepada kita semua, kondisi keluarga yang berkekurangan tidak jadi kendala jika
diiringi dengan tekad yang kuat," tandasnya.
oleh : Silvanus Alvin, Edhie Prayitno Ige, Tanti Yulianingsih, Mevi Linawati (http://news.liputan6.com/read/2062384/kisah-raeni-si-anak-tukang-becak-kejar-ilmu-hingga-inggris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar